End of trip
Aku merasa ujung perjalananku kian dekat, perjalanan yang menentukan langkahku selanjutnya akan kemana, terseok, patah, dan terluka menemani perjalananku. Mungkin ini adalah perjalanan terpanjang dalam hidupku, berjalan bersama keyakinan rasa, ketidakpedulian pendapat orang, hanya yakin dengan pilihan jalanku, jatuh, bangkit, terluka, berjalan lagi, gusar, gamang, yakin, curiga, kesal, amarah, keterikatan yang kuat, rasa membutuhkan, dan pada akhirnya hanya kasih sayang yang membuatku untuk tetap bertahan.
Ada rasa yang sulit kujabarkan, yang kutau aku tak bisa membayangkan kehidupanku kelak saat tak ada dia. Mungkin jika itu dianggap sedikit berlebihan, ya biarlah, itu adalah rasaku, bukan rasamu, atau rasa kalian. Hanya aku yang tau rasaku.
Hatiku berperang sendiri, keputusan mana yang harus kujalani, setuju tidak setuju, siap tidak siap, aku dan keluargaku sudah berusaha memperjuangkannya, hingga aku merasa hampa, apakah yang kuperjuangkan benar ? Tentang rasa ini tak pernah ada yang salah, yang mengaduk hatiku adalah langkahku untuk memperjuangkannya, keyakinan yang kubulatkan, kekacauan yang tak terhingga tak kupedulikan, hanya untuk rasa ini, apakah Tuhan sedang cemburu padanya?
Kutimbang kedua sisi, terasa sama berat, aku gamang. Kuterjemahkan perjalananku pada titik ini adalah kerinduan Tuhan pada cumbuanku. Iya, mungkin kita memang pada takdir satu, atau mungkin tidak, Tuhan masih menyimpan jawabannya sendiri. Tuhan, sedang meminta waktuku, untuk lebih dekat padaNya.
Yang terserak kukumpulkan, kubalut dengan ikhlas, serpihan rasa yang tersisa kukembalikan padaNya. Rasa ini dariMu Tuhan, maaf jika aku tak cermat dan lalai dalam memeliharanya, kuterima jika semua ini menjadi salahku, kebaikan yang Kau berikan memalingkanku dari kasih sayang sejatiMu. Berharap jika kelak Engkau masih berkenan mempercayakan rasa itu kembali, maka semoga rasa itu akan kembali dengan berlipat-lipat.
Aku masih di sini, menanti jawaban pasti, yang akan membuatku pergi atau kembali, Tuhan sedang memberitahu, serpihan lukaku yang dulu, yang disepelekan, dilecehkan, dikecilkan sedang diobati olehNya. Bangun, dan berikan jawaban, aku ini mutiara ataukah debu. Mutiara akan mengindahkan kehidupan, debu akan mengaburkan pandangan dan kadang masuk mata menjadi iritasi, masuk hidung menjadi bersin, masuk paru-paru mengganggu nafas, hinggap di kulit menjadi daki, tapi debu itu suci. Itulah sifat keduanya yang Tuhan lekatkan sejak keduanya diciptakan.
Ada rasa yang belum bisa kuungkap, inginku perjalanan ini berujung mutiara, tapi jika Tuhan berkehendak lain, kita harus siap.
Comments
Post a Comment
regrads,